
Adab Dalam Menunaikan Hajat
- Tata Cara Mandi Wajib
- Pembatal Wudhu
- Siwak, Sunah Fitrah dan Wudhu
- Adab Dalam Menunaikan Hajat
- Jenis Air dan Hukum Bejana Emas & Perak dalam Islam
- Hal-Hal Yang Sunnah & Makruh Ketika Berpuasa
- Tata Cara Menghilangkan Najis
- PEMBATAL PEMBATAL PUASA
- Fiqih Shalat Tarawih
- FIQIH I’TIKAF
- Tata Cara Tayammum
- Rukun Wudhu dan Tata Cara Mengusap Khuf
Diterbitkan pada -- 21 Januari 2021 @ 16:00
┏📜 🍃━━━━━━━━┓
📣 ITTIBA Mengaji
┗━━━━━━━━📜 🍃┛
Adab Dalam Menunaikan Hajat
📖 Syarah Kitab Bidayatul ‘abid wa kifayatuz zahid karya Syekh Abdurrahman Ibnu Abdillah Al Ba’liy
👤Ustadz Dr Andy Octavian Latief, Msc
🗓️ 10 November 2020 | 25 Rabiul Awwal 1442H
Muqodimah
⏺Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek yaitu aspek hubungan dengan Allah dan asepek hubungan manusia dengan manusia.
Islam mengatur seluruh perbuatan manusia termasuk di antaranya mengatur adab mengenai istinja.
⏺Pentingnya mempelajari adab dalam menunaikan hajat agar kita dapat mengetahui mana yang dibolehkan oleh syariat dan mana yang tidak.
⏺Ulama Mahzab Hambali menempatkan pembahasan istinja setelah air baru kemudian membahas istinja toharah dan juga menghilangkan najis.
Pembahasan air dilakukan di awal karena air merupakan alat utama melakukan thoharah.
Kemudian pembahasan istinja didahulukan sebelum thoharah dan menghilangkan najis karena istinja dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan berwudhu ataupun tayamum
Definisi
⏺Definisi Istinja
Menghilangkan benda yang keluar dari sabil bagian depan (zakar atau qubul) atau pun belakang (dubur) dengan air, batu atau yang semacamnya
⏺Istinja dapat dilakukan dengan:
⁃ Air
⁃ Batu
⁃ Atau yang semisalnya
⏺Istinja terkadang dapat bermakna umum dan dapat bermakna khusus.
Makna khusus istinja adalah menghilangkan benda yang keluar dari sabil dengan air. Sedangkan jika dilakukan dengan benda lain disebut istijmar
Hukum Istinja
⏺Ketika buang air kecil/besar kemudian membersihkan dengan air, batu atau yang semacamnya hukumnya adalah wajib.
⏺Wajibnya istinja untuk semua yang keluar dari sabil dan pengecualiannya ada 3 yaitu:
1️⃣Buang angin
Berdasarkan Imam Ahmad “Tidak ada perintah istinja baik dalam Kitabullah ataupun sunnah Rasulullah ﷺ ketika buang angin”
Hikmah mengapa Allah tidak memerintahkan istinja karena akan membuat susah dan juga karena angin pada dasarnya suci dan hanya udara yang bergerak.
2️⃣Benda Thohir (benda yang suci)
Contoh: Air mani yang keluar tanpa didahului mazi.
Mazi hukumnya najis sedangkan air mani suci. Jika hanya keluar air mani, maka tidak wajib istinja.
Hal ini juga menunjukkan pembeda antara bersih dan suci dimana syariat tidak mewajibkan untuk membersihkan dan merupakan rahmat dari Allah.
Contoh: Jika terkena cipratan lumpur, maka kita tetap suci walaupun secara urf/kebiasaan tetap kita anggap kotor.
3️⃣Benda Najis yang tidak bersifat mengotori
Contoh: kotoran yang kering sehingga tidak bersifat mengotori sabil
Ketika benda najis yang kering dengan tangan yang kering, maka najisnya tidak berpindah. Tapi ketika salah satu atau keduanya basah, maka tangan juga akan menjadi najis.
Ketika hal ini terjadi, maka tidak wajib istinja. Walaupun jika dilihat dari sisi kebersihan tetap dianjurkan untuk membersihkan.
⏺Istinja dengan air dikatakan sah sampai dengan sabil berada dalam kondisi bersih seperti semula
Istijmar (dengan menggunakan batu atau yang semisalnya)
⏺Hukum istinja dan istijmar tidak seperti tayamum yang bersifat menggantikan wudhu ketika sulit mendapatkan air.
Istijamar dan istinja dapat dipilih, dan Istijmar boleh dilakukan walaupun ada air.
⏺Menurut para ulama urutan yang afdhol adalah sbb:
⁃ Menggabungkannya yaitu istijmar baru kemudian istinja
⁃ Istinja saja
⁃ Istijmar
⏺Istijmar adalah rukhsah, oleh karena itu istinja lebih afdhol karena air bersifat lebih membersihkan.
⏺Akan tetapi ketika memilih istijmar untuk membersihkan atau ketika tidak menemukan air maka harus:
1️⃣Tidak sah kecuali menggunakan benda yang thohir (suci dan tidak najis)
Kalau dengan benda yang najis, maka istijmarnya tidak sah. Contoh: tidak boleh menggunakan batu yang ada najisnya.
Diriwayatkan dari :
عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بن مسعود يَقُولُ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ هَذَا رِكْسٌ. (رواه البخاري)
dari Bapaknya bahwa ia mendengar ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke WC, lalu beliau memerintahkan aku membawakan tiga buah batu. Aku hanya mendapatkan dua batu, lalu aku mencari batu yang ketiga, namun aku tidak mendapatkannya hingga aku pun mengambil kotoran hewan yang sudah kering. Kemudian semua itu aku bahwa ke hadapan Nabi. Namun beliau hanya mengambil dua batu dan membuang kotoran hewan yang telah kering tersebut seraya bersabda:
2️⃣Tidak sah kecuali menggunakan benda yang mubah
Misal: merampas atau mencuri batu atau tisu yang kemudian digunakan untuk istijmar.
Hal ini dilarang karena istijmar adalah rukhsah dan rukhsah tidak boleh untuk yang haram. Contoh rukhsah yang dilarang: sengaja safar untuk mendapatkan rukshah tidak berpuasa.
3️⃣Harus dengan benda yang kering
Kalau menggunakan benda yang basah atau lembab maka akan membuat najis semakin menyebar.
Pendapat Mahzab Hambali dan Syafii, benda najis hanya bisa diangkat dengan air dan tidak dengan benda lainnya.
Sedangkan Pendapat Syaikh Ibnu Taimiyah:
Apapun cara untuk menghilangkan benda najis boleh sampai najisnya sudah terangkat.
4️⃣Harus bersifat membersihkan
Bersih dalam istijmar adalah ketika tidak tersisa bekas kecuali bekas yang hanya bisa dibersihkan dengan air.
Misal: istijmar dengan tisu namun ada bekas yang hanya bisa dibersihkan dengan air, maka istijmarnya sah.
5️⃣Harus Dengan 3 kali Usapan atau Lebih
Dengan 3 usapan bukan dengan jumlah batu atau benda lainnya, dengan syarat sudah bersih sesuai standar istijmar.
Disunnahkan jika lebih dari 3 kali maka dengan jumlah yang ganjil.
6️⃣Tidak Sah Istijmar Melebihi Tempat Keluar Biasanya
Misal: Urin yang terpercik dengan mengenai paha atau betis, maka tidak sah disucikan dengan istijamar melainkan harus dengan air. Karena istijmar pada dasarnya adalah rukhsah dan rukhsah harus ditakar sesuai peruntukkannya.
Pendapat Syaikh Ibnu Taimiyah membolehkan karena pada dasarnya sah ketika benda najisnya sudah terangkat apapun cara yang digunakan.
Alat Yang Haram Untuk Istijmar
⏺Merupakan suatu yang haram dan juga tidak sah ketika istijmar menggunakan:
1️⃣Kotoran hewan
Walaupun dengan kotoran hewan yang suci (hewannya halal dimakan) sebagaimana hadist yang diriwayatkan:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى “أَنْ يُسْتَنْجَى بِعَظْمٍ أَوْ رَوْثٍ” وَقَالَ: “إِنَّهُمَا لَا يُطَهِّرَانِ” ) رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَه
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang untuk beristinja’ dengan tulang atau kotoran binatang dan bersabda: “Keduanya tidak dapat mensucikan.”
2️⃣Tulang
Tulang dilarang digunakan sesuai hadist sebelumnya dan karena merupakan makanan bangsa jin
3️⃣Menggunakan makanan
Makanan adalah benda yang dimuliakan sehingga dilarang menggunakan makanan untuk bersuci. Makanan yang dilarang adalah makanan manusia ataupun makanan hewan.
Para ulama berpendapat Sebagaimana makanan untuk jin dilarang, maka demikian pula makanan hewan.
Tidak sah wudhu dan tayamum jika dilakukan sebelum istinja/istijmar
Jika tidak boleh, maka artinya haram namun bisa jadi sah. Sebaliknya tidak sah, maka sudah pasti tidak boleh
Contoh: buang air kecil ketika selesai lalu berwudhu baru istinja, maka tidak sah wudhunya.
Beberapa Larangan Dalam Menunaikan Hajat
1️⃣Haram dan Dilarang berlama-lama berada di tempat menunaikan hajat
Ada perbedaan pendapat para ulama dimana ada yang memakruhkan karena tidak ada dalil yang melarang kita berlama-lama membuka aurat tanpa ada kebutuhan.
Mahzah Hambali: walaupun sendirian tidak boleh membuka aurat tanpa adanya kebutuhan.
2️⃣Haram Buang Air kecil atau besar pada air
⏺Dilarang buang air kecil atau besar pada air:
⁃ Air yang menggenang atau mengalir
⁃ Pada sumber air
⏺Perbuatan ini dilarang karena akan mengotori air tersebut dan juga menyebabkan orang tidak dapat mengambil manfaat.
3️⃣Haram buang air kecil di jalan yang dilalui banyak orang dan di bawah bayang-bayang yang menjadi tempat naungan sebagaimana hadist Rasulullah ﷺ
وقال صلى الله عليه وسلم اتقوا الملاعن الثلاث قيل ما لملاعن الثلاث يا رسول الله قال أن يقعد أحدكم في ظل يستظل به او في طريق او في نقع ماء
“Takutlah kalian pada tiga tempat yang bisa menimbulkan laknat Allah. ditanyakan “apa yang bisa menimbulkan laknat Allah wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “yaitu salah satu dari kalian kencing di bawah tempat yang teduh, yang biasa digunakan berteduh, di jalan atau di air”
4️⃣Dilarang buang air kecil di bawah pohon yang berbuah
Baik pohon berbuah yang diinginkan atau pun yang tidak, sepanjang pohon tersebut dapat bermanfaat maka dilarang buang air kecil di bawahnya.
5️⃣Haram untuk menghadap kiblat atau membelakangi kiblat saat menunaikan hajat di luar bangunan
⏺Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi ﷺ bersabda:
« إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا » . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى
“Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.” Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.”
Yang dimaksud dengan “hadaplah arah barat dan timur” adalah ketika kondisinya di Madinah. Karena arah kiblat di Madinah adalah menghadap ke selatan. Kalau dikatakan tidak boleh menghadap kiblat atau pun membelakanginya, berarti yang dimaksud adalah larangan menghadap selatan dan utara. Jadi, yang dibolehkan adalah menghadap barat atau timur. Ini bagi kota Madinah, sedangkan untuk daerah lainnya tinggal menyesuaikan maksud hadits.
⏺Jika di dalam bangunan, maka tidak masalah baik menghadap kiblat atau membelakangi kiblat berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan
ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعْضِ حَاجَتِى ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْضِى حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ
“Aku pernah menaiki rumah Hafshoh karena ada sebagian keperluanku. Lantas aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang hajat dengan membelakangi kiblat dan menghadap Syam.”
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membelakangi kiblat ketika buang hajat dan ketika itu berada di dalam bangunan, artinya terhalangi oleh dinding bangunan. Membelakangi kiblat berarti menghadap ke arah utara dan Syam berada di utara Madinah.
Soal Jawab
1️⃣Buang Angin dari depan saat sholat dan keputihan apakah batal sholatnya?
Pembatal wudhu: sesuatu yang keluar dari sabil apapun bendanya suci atau najis.
2️⃣Istijmar menggunakan batu ragu kebersihannya bagaiman hukumnya?
Merupakan was was dan harus dilawan karena secara syariat membolehkan dengan batu atau tisu
3️⃣Bolehkah istijmar dan percikan di badan dengan daun pohon pada saat di gunung?
Kalau daunnya bersifat membersihkan maka dibolehkan. Tapi kalau misal daunnya licin, maka tidak sah istijmarnya.
Untuk daerah selain sabil, khilaf para ulama dengan menggunakan selain air. Dalam mahzab Hambali dan Syafii maka tidak sah karena istijmar hanya untuk sabil. Jika melihat pendapat Ibnu Taimiyah maka diperbolehkan dengan syarat najisnya hilang.
4️⃣Apakah boleh istijmar dengan daun, rumput, ranting? dan apakah boleh jika kemudian diganti dengan minuman kemasan untuk istinja?
Kalau daun, rumput, ranting bersifat membersihkan maka dibolehkan. Tapi kalau misal daunnya licin, maka tidak sah istijmarnya.
Jika kemudian dengan cairan selain air, maka cairan itu tidak bersifat membersihkan. Namun jika melihat pendapat Syaikh Ibnu Taimiyah maka diperbolehkan dengan syarat najisnya menjadi hilang.
5️⃣Membuat jamban di atas kolam atau di sungai apakah diperbolehkan?
Tidak boleh berdasarkan syariat karena dapat membuat orang tidak mengambil manfaat dari air tersebut.
6️⃣Buang air kecil di tempat umum dengan berdiri dan terbuka bagaimana hukumnya?
Kalau masih ada yang tertutup maka itu lebih baik. Jika terpaksa dengan urinoir, dipastikan aurat kita tertutup.
7️⃣Jika ada bagian celana yang terkena percikan saat buang air kecil, bagaimana cara membersihkannya?
Dengan dibasahi dan diperas sehingga hilang najisnya
8️⃣Bagaimana hukum kotoran kucing?
Dalam mahzab Hambali kucing haram dimakan sehingga kotorannya najis
9️⃣Bagaimana jika menyadari ada najis setelah selesai solat apakah solatnya perlu diulang?
Dalam mahzab Hambali harus diulang solatnya. Namun pendapat Syaikh Ibnu Taiymiyah, jika yang lupa najis maka tidak perlu diulang, tapi jika yang lupa adalah hadast maka perlu diulang.
🔟Apakah ada doa dalam melakukan hajat untuk dibaca dalam toilet?
Disunnahkan untuk membaca doa:
⏺Sebelum masuk toilet
اَللّهُمَّ اِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَا إِثِ
“Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan laki-laki dan setan perempuan.”
⏺Setelah keluar toilet
غُفْرَانَكَ
“Aku meminta ampunanmu Ya Allah”
اَلْحَمْدُ الِلّهِ الَّذِيْ أَذْ هَبَ عَنِّى اْلأَذَاى وَعَافَانِيْ
“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoranku dan membuatku sehat”.

Pelembut Hati

Siwak, Sunah Fitrah dan Wudhu
Anda Mungkin Suka Juga

PEMBATAL PEMBATAL PUASA
11 September 2023
Siwak, Sunah Fitrah dan Wudhu
26 September 2023